Senin, 16 Juli 2012

lais dan sintren

Sintren kesenian rakyat pesisiran pantai utara jawa ini cukup menarik dan sangat khas. Kesenian sintren tersebar di daerah pantura (pantai utara) Sebagian perbatasan Subang Indramayu, Cirebon, sampai Brebes.
Sintren, kesenian yang sarat dengan aura mistis ini merupakan warisan budaya lokal yang patut untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat sebagai pemangku adat umumnya dan pemerintah sebagai penyokong khususnya. Kalau tidak pastilah lama kelamaan sintren akan hilang tergerus arus modernisasi.
Ada dua gaya sintrenan yang saya tahu, berdasarkan waktu penyelenggaraanya.
Pertama, sintren yang sengaja diselenggarakan bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu) waktu disini biasanya berkaitan dengan musim, sintren jenis ini sering ditanggap diberbagai acara hajatan pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara pemerintahan.
Kedua, Sintren yang penyelenggaraanya diadakan dalam waktu-waktu tertentu, sintren jenis ini biasanya diadakan pada saat kemarau panjang, biasanya diadakan selama 35 sampai dengan 40 hari, sintren jenis ini dipercaya sbagai ritual pemanggil hujan.
Sintren yang diselenggarakan bebas biasanya diiringi dengan musik tarling dangdut sebagai musik pengiring. Pemainya jumlahnya sama seperti sintren yang diadakan sebagai ritual untuk memanggil hujan, hanya saja si pelaku utama sintren tak hanya satu sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan), melainkan ditambahkan satu sintren pria atau yang biasa disebut lais, dan empat orang pemuda yang bertugas menghibur atau biasa disebut bodor.
Pada sintren yang diselenggarakan sebagai ritual pemanggil hujan. Sintren, terdiri satu bendara wanita atau ratu saja dan empat orang bodor. Lais tidak bisa disatukan dengan sintren seperti pada penyelenggaraan sintren yang bebas. Lais bisa dimainkan terpisah dengan pemain satu lais (bendara pria ) dengan empat pemuda sebagai bodor.
Ritual Sintren bebas dan sintren untuk pemanggil hujan nyaris sama yaitu dimulai dengan koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh atau minimal dua penyanyi. Kemudian Si wanita calon sintren duduk bersila dengan memangku cepon yang berisi mahkota, kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga melati panjang), dan alat rias.
Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra di sebuah cobek yang berisi bara, dan ditaburi kemenyan masyarakat pesisir biasa menyebut prekuyan. Gadis calon sintren kemudian ditutupi dengan kurungan ayam berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna merah dan kuning.
Sementara koor penyanyi tak berhenti selama kurang lebih 5 sampai 10 menit kemudian kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis dibuka, keajaiban pun terjadi si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya memakai celana pendek dan kaos oblong kini sudah berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah dengan lipstick yang rapih, bermahkota dan rangkaian bunga melati menjulur kebawah, tersemat disamping kiri dan kanan telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai simetris disamping pinggul.
sintren from google
sintren from google
Sesaat kemudian Si gadis yang sudah menjadi sintren atau ndara bagi calon bodor-bodornya yang belum direkrut, Spontan menari dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun sintren”.
Bagaimana perekrutan bodor? Simak kelanjutanya
Bendara/ndara : Tuan/Nyonya
Bodor : Pelawak, Abdi Sintren/lais 
Prekuyan : Sejenis cobek tempat membakar kemenyan
Lais : Sintren Pria
sumber : edi siswoyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar