Senin, 01 Oktober 2012

babad alas mentaok


Pemanahan mulai mbangun Mataram dengan Babad wana mbangun projo, Kemungkinan Pemanahan sudah mengawali pembukaan hutan Mentaok beberapa tahun sebelum menempatti Istana Kota gede pada tahun 1577, saat dirinya bergelar Ki Ageng mataram.
Pemanahan adalah keturunan majapahit dari garis Ayah dan keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Ibu. Namun ada pendapat Pemanahan adalah seorang petani biasa, sehingga banyak bupati pesisir yang enggan mengakui kekuasaan Pemanahan dan keturunanya.
Pemanahan menghadap Hadiwijaya dan melaporkan bahwa perempuan pingitan Sultan  (hadiah kalinyanmat) telah di grumut anak angkat Sultan, Danang Sutawijaya. Meski kecewa toh Sutawijaya di ampuni. Kelak ari perkawinan ini lahirlah raden Rangga, yang sakti namun ahirnya tewas saat melawan “Ular besar” di desa Patalan selatan Yogyakarta.
Karena mulai sakit-sakitan, pemanahan menitipkan anak turunya kepada ipar dan penasehatnya, Juru Martani, dalam mengembangkan Mataram, Pemanahan memilih anak Sulungnya, Danang Sutawijaya atau raden Srubut, sebagai penggantinya dan berpesan kepada putra lainya agar mematuhi nasehat  Ki juru Marani. Dalam mengembangkan Mataram. Pemanahan memilih anak Sulungnya , Danang Sutowijaya Atau Raden Srubut, sebagai penggantinya dan berpesan kepada para putra lainya agar mematuhi nasehat Ki Jurumartani.
Pemanahan juga mengingatkan kepada anak turunnya jangan melupakan pesan Sunan Prapen (Sunan Giri IV): “anankku dan saudara saudara Semua, karena aku di beri wirayat oleh sunan Giri bahwa, keturunanku kelak akan memangku tanah Jawa. Maka pesanku, kelak kalau kamu memerangi bank wetan, ikutlah saat aku mengikuti Sultan Pajang ke Giri, yaitu hari Jumat Paing, bulan Muharom. Adapun kalau di serang, angkatan perangmu jangan sampai melewati gunung Kendheng sebab akan mendapat celaka. Dan lagi, seketurunanku kelak kalau mengangkat Bupati, jangan selain keturunan orang mataram sebab mereka sudah ikut sengsara. Kalau kweturunannya kelak punya dosa mati, sakiti saja, kalau dosa sakit saja, maafkan.’’
Setelah pemanahan meninggal (1584), Juru Martani menghadap Hadiwijaya guna memilih siapa di antara 6 putra Pemanahanyang akan di angkat sebagai penggantinya. Hadiwijaya memilih putra sulung Pemanahan, Danang Sutowijaya, dan di beri gelar Senopati Ingalogo Sayodin Panatogomo. Juru martini juga di serahi tugas untuk menjadi penasehatnya, bergelar Adipati Mandaraka. Mereka di izinkan untuk tidak Sowan selama setahun agar berkonsentrasi dalam membangun Mataram. “ kalau sudah setahun, datanglah kemari, jangan terlambat, “titah Sultan Hadiwijaya.
Karena sudah lewat waktu, Juru Martani meningkatkan Sutawijaya agar Sowan ke ppajang, namun tidak di indahkanya. Sultan Pajang mulai curiga dan mengirim Ngabehi Wuragil dan Ngabehi Wilamarta untuk mencermati Mataram. Sungguhpun sebagai utusan Raja, mereka turun dari kuda terlebih dahulu ketika menemui Sutawijaya, yang tetap di punggung Kudanya. Hal ini menunjuikkan suatu sikap merendahkan, bahkan menantang, bukan saja terhadap utusan tetapi juga kepada pengutusanya. dengan sopan utusan Pajang menyampaikan amanat Sultan bahwa Sutawijaya tidak boleh begitu sering mengadakan jamuan pesta. Tidak berambut gondrong, dan segera menghadap ke pajang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar