Rabu, 18 Juli 2012

Penyusunan KTSP


KTSP BSNP 
PENYUSUNAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN DI SD/MI & SMP/MTs TIM KURIKULUM SUBDIN PEMBINAAN PENDIDIKAN DASAR DINAS P DAN K PROV JATENG
PENGERTIAN KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakaan oleh masing-masing satuan pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.
GRAND KURIKULUM STANDAR KOMPETENSI SKL SK-KMP SK-MP KD STANDAR ISI KERANGKA DASAR STRUKTUR KUR BEBAN BELAJAR KALENDER PEND KUROP – SATUAN PENDIDIKAN PANDUAN
BAGAN KOMPETENSI STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STANDAR KOMPETENSI KLP MATA PELAJARAN STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KTSP
Berpusat pada potensi,perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
KOMPONEN KTSP
TUJUAN PENDIDIKAN TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
ACUAN OPERASIONAL PENYUSUNAN KTSP
STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
KALENDER PENDIDIKAN
TUJUAN PENDIDIKAN TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
1.Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan,kepribadian,ahlak mulia,serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
ACUAN OPERASIONAL PENYUSUNAN KTSP
Peningkatan iman dan takwa serta ahlak mulia
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Keragaman potensi dan karakter daerah dan lingkungan
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Tuntutan dunia kerja
6. Perkembangan IPTEKS
7. Agama
8. Dinamika perkembangan global
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan
10.Kondisi sosial budaya masyarakat
setempat
11.Kesetaraan Jender
12.Karakteristik satuan pendidikan
STRUKTUR DAN MUATAN KTSP
Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yg dikembangkan dari kelompok mata pelajaran sbb.
Agama dan ahlak mulia
Kewarganegaraan dan kepribadian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Estetika
Jasmani, olahraga dan kesehatan
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yg keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
Mata pelajaran
Muatan lokal
Kegiatan Pengembangan diri
Pengaturan beban belajar
Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan kelulusan
Pendidikan kecakapan Hidup
Pendidikan berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Mata Pelajaran , beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
Muatan Lokal , merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substanasi matan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
3. Kegiatan Pengembangan Diri
Bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dng kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yg dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yg berkenaan dng masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik.
4. Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam SKS digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sbgmana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%,
SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60%
dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran ybs. Pemanfaatan alikasi waktu tsb mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi
Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dng satu jam tatap muka.
Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan struktur, dan kegiatan mandiri tdk terstruktur untuk SMT/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yg menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sbb.
Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas : 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tdk terstruktur.
Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas : 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tdk terstruktur.
5.Kenaikan kelas, Penjurusan, dan Kelulusan
Mengacu kepada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP
6.Pendidikan Kecakapan Hidup
a.Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK dpt memasukan pendidikan kecakapan hidup, yg mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b.Dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran
c. Dapat diperoleh dari peserta didik dari satuan pendidikan ybs dan atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yg sudah memperoleh akreditasi.
7. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a.Kurikulum untuks emua satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
b.Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran.
c.Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yg sudah memperoleh akreditasi.
8. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dpt menyusun kalender pendidikan sesuai dng kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
PENGEMBANGAN SILABUS
A. Pengertian Silabus
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian .
B. Prinsip Pengembangan Silabus
ILMIAH ,yaitu keseluruhan materi dan kegiatan yg menjadi muatan dlm silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
RELEVAN , yaitu cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
SISTEMATIS , yaitu komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4.KONSISTEN, yaitu adanya hubungan yg konsisten (ajeg,taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5.MEMADAI, yaitu cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penialian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. AKTUAL DAN KONTEKSTUAL , yaitu cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. FLEKSIBEL , yaitu keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat .
8. MENYELURUH , yaitu komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,afektif, dan psikomotor)
c. Unit Waktu Silabus
1.Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Penyusunan dilabus dilaksanakan bersama-sama oleh guru kelas/guru yang mengajarkan mata pelajaran yg sama pada tingkat satuan pendidikan untuk satu sekolah atau kelompok sekolah dng tetap memperhatikan karakteristik masing-masing sekolah.
2.I mplementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dng alokasi waktu yg tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.
D. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SILABUS
1. Mengkaji SK dan KD dlm Standar Isi, dengan memperhatikan :
Urutan tidak harus sesuai dng urutan yg ada dlm Standar Isi, melainkan berdasarkan hirarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi.
Keterkaitan antar SK dan KD dlm mata pelajaran
Keterkaitan SK dan KD antar mata pelajaran.
2.Mengidentifikasi Materi Pokok ,
yg menunjang SK dan KD dng mempertimbangkan:
Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik
Kebermanfaatan bagi peserta didik
Struktur keilmuan
Kedalaman dan keluasan materi
Relevansi dng kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan
Alokasi waktu.
3.Mengembangkan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar mrp kegiatan mental dan fisik yg dilakukan peserta didik dlm berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yg bervariasi dan mengaktifkan peserta didik.
Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yg perlu dikuasai peserta didik. Rumusan pengalaman belajar mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik.
4.Merumuskan Indikator Keberhasilan
Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yg menunjukan tanda-tanda, perbuatan dan/atau respon yg dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
Indikator dikembangkan sesuai dng karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yg terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sbg dasar untuk menyusun alat penilaian.
5.Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dng menggunakan tes dan non tes dlm bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
6.Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dng mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yg dicantumkan dlm silabus merupakan perkiraan waktu yg dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.
7.Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yg digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada SK dan KD serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
E. Pengembangan Silabus
Berkelanjutan
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksnakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.
Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.
PELAKSANAAN PENYUSUNAN KTSP
A. Analisis Konteks
Analisis potensi dan kekuatan/kelemahan yg ada di sekolah, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program yg ada di sekolah.
Analisis peluang dan tantangan yg ada di masyarakat dan lingkungan sekitar, komite sekolah/madrasah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.
Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sbg acuan dlm penyusunan KTSP
B. Mekanisme Penyusunan
Tim Penyusun
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dng relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah.
Tim penyusun KTSP SD,SMP,SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber, dng kepala sekolah sbg ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas kabupaten/kota dan propinsi yg bertanggungjawab di bidang pendidikan .
Tim penyusun KTSP MI,MTs,MA dan MAK terdiri atas guru,konselor, kepala madrasah, komite madrasah, dan nara sumber dng kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh departemen yg menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Tim penyusun KTSP pendidikan khusus (SDLB,SMPLB,dan SMSLB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber dng kepala sekolah sbg ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas provinsi yg bertanggung jawab di bidang pendidikan.
2. Kegiatan
Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah.
Kegiatan ini dpt berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yg diselenggarakan dlm jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi:
penyiapan dan penyusunan draf,
reviu dan revisi,
serta finalisasi.
Langkah yg lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.
3. Pemberlakuan
Dokumen KTSP SD,SMP,SMA dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas kabupaten/kota yg bertanggungjawab di bidang pendidikan.
Dokumen KTSP MI,MTs,MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah serta diketahui oleh komite madrasah dan oleh departemen yg menangani urusan pemerintahan di bidang agama
Dokumen KTSP SDLB,SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.

Senin, 16 Juli 2012

lais dan sintren

Sintren kesenian rakyat pesisiran pantai utara jawa ini cukup menarik dan sangat khas. Kesenian sintren tersebar di daerah pantura (pantai utara) Sebagian perbatasan Subang Indramayu, Cirebon, sampai Brebes.
Sintren, kesenian yang sarat dengan aura mistis ini merupakan warisan budaya lokal yang patut untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat sebagai pemangku adat umumnya dan pemerintah sebagai penyokong khususnya. Kalau tidak pastilah lama kelamaan sintren akan hilang tergerus arus modernisasi.
Ada dua gaya sintrenan yang saya tahu, berdasarkan waktu penyelenggaraanya.
Pertama, sintren yang sengaja diselenggarakan bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu) waktu disini biasanya berkaitan dengan musim, sintren jenis ini sering ditanggap diberbagai acara hajatan pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara pemerintahan.
Kedua, Sintren yang penyelenggaraanya diadakan dalam waktu-waktu tertentu, sintren jenis ini biasanya diadakan pada saat kemarau panjang, biasanya diadakan selama 35 sampai dengan 40 hari, sintren jenis ini dipercaya sbagai ritual pemanggil hujan.
Sintren yang diselenggarakan bebas biasanya diiringi dengan musik tarling dangdut sebagai musik pengiring. Pemainya jumlahnya sama seperti sintren yang diadakan sebagai ritual untuk memanggil hujan, hanya saja si pelaku utama sintren tak hanya satu sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan), melainkan ditambahkan satu sintren pria atau yang biasa disebut lais, dan empat orang pemuda yang bertugas menghibur atau biasa disebut bodor.
Pada sintren yang diselenggarakan sebagai ritual pemanggil hujan. Sintren, terdiri satu bendara wanita atau ratu saja dan empat orang bodor. Lais tidak bisa disatukan dengan sintren seperti pada penyelenggaraan sintren yang bebas. Lais bisa dimainkan terpisah dengan pemain satu lais (bendara pria ) dengan empat pemuda sebagai bodor.
Ritual Sintren bebas dan sintren untuk pemanggil hujan nyaris sama yaitu dimulai dengan koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh atau minimal dua penyanyi. Kemudian Si wanita calon sintren duduk bersila dengan memangku cepon yang berisi mahkota, kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga melati panjang), dan alat rias.
Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra di sebuah cobek yang berisi bara, dan ditaburi kemenyan masyarakat pesisir biasa menyebut prekuyan. Gadis calon sintren kemudian ditutupi dengan kurungan ayam berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna merah dan kuning.
Sementara koor penyanyi tak berhenti selama kurang lebih 5 sampai 10 menit kemudian kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis dibuka, keajaiban pun terjadi si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya memakai celana pendek dan kaos oblong kini sudah berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah dengan lipstick yang rapih, bermahkota dan rangkaian bunga melati menjulur kebawah, tersemat disamping kiri dan kanan telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai simetris disamping pinggul.
sintren from google
sintren from google
Sesaat kemudian Si gadis yang sudah menjadi sintren atau ndara bagi calon bodor-bodornya yang belum direkrut, Spontan menari dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun sintren”.
Bagaimana perekrutan bodor? Simak kelanjutanya
Bendara/ndara : Tuan/Nyonya
Bodor : Pelawak, Abdi Sintren/lais 
Prekuyan : Sejenis cobek tempat membakar kemenyan
Lais : Sintren Pria
sumber : edi siswoyo

SEJARAH MAJAPAHIT

Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit
Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan Singasari hampir habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh bersama pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah merasa aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya ia berhasil menduduki tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
Raja-raja Majapahit
Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)
Merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada masa pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam merintis berdirinya Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya diberi kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden Wijaya memerintah dengan sangat baik dan bijaksana. Susunan pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan Singasari.
Raja Jayanegara (1309-1328)
Kala Gemet naik tahta menggantikan ayahnya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan pemberontakan-pemberontakan. Misalnya pemberontakan Ranggalawe 1231 saka, pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka, pemberontakan Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang berbahaya, hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat diatasi. Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama Tanca. Tanca akhirnya dibunuh pula oleh Gajah Mada.
Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Raja Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang putrapun, oleh karena itu yang seharusnya menjadi raja adalah Gayatri, tetapi karena ia telah menjadi seorang Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya yang bernama Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul pemberontakan yang dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada yang pada saat itu menjabat Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian berusaha menunjukkan kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339, Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut :”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa”. Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan.
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tettangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri.
Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagais Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang naik tahta menggantikan ayahnya bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg.
Wikramawardhana meninggal tahun 1429, pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut adalah Suhita, Kertawijaya, Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya V, yang tidak luput ditandai perebutan kekuasaan.
Sumber Sejarah
Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :
Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama, kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit
Kitab Pararaton, menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit
Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
Kehidupan Politk
Majapahit selalu menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370 – 1381, Majapahit telah beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.
Raja kerajaan Majapahit sebagai negarawan ulung juga sebagai politikus-politikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan kerajaan besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat pemerintahan Majapahit :
1. Raja
2. Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini
a. Mahamantri i-hino
b. Mahamantri i –hulu
c. Mahamantri i-sirikan
4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
a. Rakryan Mahapatih (Panglima/Hamangkubhumi)
b. Rakryan Tumenggung (panglima Kerajaan)
c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)
d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas-tugas protokoler) dan
e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing-masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut Upapat. Pada masa hayam Wuruk ada 7 Upapati.
Selain pejabat-pejabat yang telah disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja daerah (paduka bharata) yang masing-masing memerintah suatu daerah. Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil maupun militer. Dari susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur.
Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan
Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara tentangga itu sangat mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan). Wilayah kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan yang menghasilkan berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.
Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting.
Sebagai kerajaan Produsen – Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan kondisi tanah yang sangat subur. Dengan daerah subur itu maka kerajaan Majapahit merupakan produsen barang dagangan.
Sebagai Kerajaan Perantara – Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu. bukti-bukti perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini :
Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus (Trowulan).
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi
Sastra Zaman Majapahit Awal
  • Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca
  • Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
  • Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular
  • Kitab Kunjarakarna
  • Kitab Parhayajna
Sastra Zaman Majapahit Akhir
  • Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Hasil sastra terpenting antara lain :
  • Kitab Prapanca, isinya menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit
  • Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa Bubat
  • Kitab Sarandaka, isinya tentang pemberontakan sora
  • Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe
  • Panjiwijayakrama, isinya menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja
  • Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja raksasa bernama Maya Denawa.
  • Kitab Usana Bali, isinya tentanng kekacauan di Pulau Bali.
Selain kitab-kitab tersebut masih ada lagi kitab sastra yang penting pada zaman Majapahit akhir seperti Kitab Paman Cangah, Tantu Pagelaran, Calon Arang, Korawasrama, Babhulisah, Tantri Kamandaka dan Pancatantra.

SILSILAH KELUARGA BHARATA

Menurut Kamus Basa Sunda oleh M.A. Satjadibrata, arti silsilah itu ialah rangkaian keturunan seseorang yang ada kaitannya dengan orang lain yang menjadi istrinya dan sanak keluarganya. Silsilah tersebut adalah merupakan suatu susunan keluarga dari atas ke bawah dan ke samping, dengan menyebutkan nama keluarganya.
Arti silsilah itu bersifat universal, yang artinya orang-orang di seluruh dunia mempunyai silsilah keturunannya dan pula, di seluruh benua akan dimaklumi, bahwa semua orang pasti akan mengagungkan leluhurnya. Kita sering membaca silsilah keturunan para raja yang termasuk sejarah atau silsilah para penguasa yang memerintah suatau daerah, baik yang ditulis pada prasasti maupun benda lain yang artinya bukan hanya untuk dikenal saja, tetapi untuk digaungkan oleh segenap masyarakatnya, dan dikenang akan jasa-jasanya.

Jelas bagi kita, bahwa yang dimaksud dengan silsilah itu, ialah suatu daftar susunan nama orang-orang yang merupakan susunan keturunan dari suatu warga atau dinasti (wangsa), misalnya Dinasti Sriwijaya, Dinasti Syailendra, dan dinasti-dinasti lainya yang pernah berkuasa.
Demikian pula dalam pewayangan, ada salah satu nama keluarga besar yang menggunakan nama leluhurnya, contoh Kurawa. Kurawa artinya keturunan raja Kuru yang dahulu pernah memerintah negara Astina dan menjadi leluhur prabu Suyudana beserta adik-adiknya. Demikian pula dengan keluarga Pandawa atau sering disebut Barata Pandawa. Nama barata adalah juga merupakan nama leluhurnya, yang pernah berkuasa di Astina, sehingga diabadikan oleh para Pandawa degan Sebutan keluarga Barata Pandawa.
Apa sebabnya Pandawa dan Kurawa memakai dua nama leluhurnya yang berbeda, padahal mereka itu dari satu nenek moyang ? mereka hanya menggunakan nama leluhurnya yang dipandang pada saat itu memerintah, sebagai orang yang patut dan wajar untuk diabadikan namanya menurut meraka masing-masing.
Maksud Adanya Silsilah
Maksud penyusunan silsilah ini adalah sebagai ucapan syukur kepada para leluhurnya yang telah memberi bimbingan serta mengayomi dan yang lebih utama lagi, adalah bahwa seseorang lahir ke dunia, adalah karena adanya leluhurnya itu.
Penyusunan silsilah keturunan ini mempunyai arti yang penting bagi suatu keluarga, seperti untuk mengetahui keturunan siapa orang itu, untuk mengetahui siapa dan bagaimana leluhurnya itu, dan yang utama sekali, ialah bagaimana pandangan masyarakat terhadap leluhurnya itu, untuk dijadikan kenangan secara turun-temurun, agar keturunannya tidak kehilangan jejak leluhurnya, agar dapat dijadikan kebanggaan seluruh keturunannya dan dapat pula dijadikan contoh bila leluhurnya salah seorang pahlawan.
Dari segi lainpun silsilah ini mempunyai maksud yang penting pula dan dapat dibenarkan oleh agama dan negara manapun juga. Ada beberapa sudut pandang tentang adanya silsilah, yaitu dari sudut perorangan, dari sudut lingkungan masyarakat, dan dari sudut kepercayaan.
Ditinjau dari segi perorangan, pangagunggan leluhurnya itu dimaksudkan agar perilaku yang pernah dijalankan para leluhurnya menjadi contoh bagi keturunnan yang ditinggalkan dan diceritakan kembali kepada keturunan berikutnya tentang betapa besar jasanya dan keagunganya leluhur mereka tersebut. Dalam hal ini tentu hanya kebaikan-kebaikan saja yang diceritakan kembali, Demikian pula kadang-kadang ada yang menceritakan kagagahan dan kesaktiannya.
Maksud silsilah seseorang dalam lingkungan masyarakat ini, adalah untuk dikenal dan dikenang oleh masyarakat agar dijadikan seorang pahlawan dalam sejarah hidup bangsa tersebut. Sedangkan maksud utama penggunaan silsilah ini adalah sebagai tanda terima kasih kepada para leluhurnya atas suatu usaha pemulyaan, sebagai kenangan akan kebaikannya dan usahanya dalam mengayomi dan menjaga keselamatan keturunannya atau usaha pelestarian keturunannya. Sesuai dengan kepercayaan penduduk, di Bali misalnya, lain lagi dengan di Jawa atau daerah lain yang menganut ajaran Islam, demikian pula dengan masyarakat yang memeluk agama lain. Walaupun berbeda kepercayaan, tetapi di setiap suku bangsa memegang teguh terhadap adat-istiadatnya. atau kebiasaan dalam cara mengagungkan leluhurnya.
Ditinjau dari segi kepercayaan, telah menjadi kewajiban seseorang atau sekeluarga untuk mengenang dan mengagungkan leluhurnya dengan cara dan peraturan kepercayaannya masing-masing yang dianutnya. Bagi penganut ajaran Islam, para leluhurnya tersebut tidak boleh disembah dan dipuja, kecuali dikenang dan diagungkan, karena hanya Tuhan sajalah yang disembah dan dipuja. Maksud mengagungkan leluhurnya tersebut, agar kebaikan-kebaikan yang pernah dilaksanakan para leluhurnya menjadi bagian bagi keturunannya dan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Adapun tujuan penyusunan silsilah adalah sebagai usaha pumuliaan artinya untuk memuliakan leluhurnya, usaha pelestarian kebijakan leluhurnya artinya agar leluhurnya itu tetap dikenang dan segala perilaku yang baik dijadikan contoh keturunannya. Kedua usaha tersebut disebut Dwi Dharma Bakti.
Penampilan Silsilah
Secara umum, penampilan silsilah tersebut hanya dipergunakan oleh orang-orang penting saja yang pada umumnya ditulis dalam buku-buku sejarah. Sedangkan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda antara tahun 1610 sampai tahun 1942, hanya para raja dan para bupati saja yang silsilahnya ditullis dan disusun dalam kitab-kitab sejarah.
Pada zaman Pra sejarah atau kepercayaan Animisme Dinamisme di Indonesia, di mana masyarakat mendewakan semua benda hidup dari roh nenek moyangnya. Jelas bagi kita bahwa bangsa Indonesia sejak dahulu telah terbiasa mengagungkan leluhurnya yang diwujudkan dengan jalan upacara penyembahan leluhurnya, baik di rumah maupun di tempat yang khusus yang disediakan secara beramai-ramai.
Ketika kebudayaan Hindu berkembang di Indonesia pada umumnya, di Jawa pada khususnya, penyembahan terhadap roh itu tidaklah hilang hanya sifat dan bentuknya yang berubah. Selain mengagungkan leluhurnya dengan jalan menceritakan kembali kebaikannya, juga disatukan dengan penyembahan dan pemujaan terhadap para dewa yang menjadi mitos India, seperti Dewa Siwa, Dewa Wisnu, Dewa Brahma dan ada pula yang menyembah Batari Durga.
Dengan jalan demikian, maka kesusasteraanpun ada dua macam, yaitu Kitab Ramayana dan Kitab Mahabharata, disamping itu terdapat pula cerita-cerita legenda rakyat, seperti Prabu Mikukuhan, Sri Sadana, dan lain-lainya.
Lakon-lakon tersebut di atas, dipergelarkan di muka umum, sehingga tidak terbatas pada lingkungan keluarga saja, namun umumpun dapat mendengarkan kabaikan-kabaikan apa yang diperbuat oleh leluhurnya itu. Hal tersebut jelas bahwa pangagungan kepada leluhur bangsa Indonesia itu sangat menguntungkan bagi kemekaran kebudayaan Hindu, karena dalam upacara tersebut dapat pula disisipkan kisah para dewa, yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk cerita Ramayana dan Mahabharata. Akhirnya kedua cerita yaitu cerita dari India dan legenda rakyat disatukan, dengan jalan cerita pokok dalam pergelaran tersebut, ialah kisah-kisah dari India dan adat kebiasaan hidup dan kehidupan serta kebiasaan lingkungan diambil dari kisah-kisah legenda rakyat.
Adapun cerita Mahabharata tersebut mengisahkan kepahlawanan Pandawa yang dianggap sebagai leluhur bangsa India, karena leluhur Pandawa menurut gaya India ialah raja Barata yang pernah memimpin di India. Karena silsilah Mahabharata gaya India tersebut tidak sesuai dengan adat kebiasaan dan lingkungan hidup bangsa Jawa, maka silsilah Mahabharata tersebut dirubah, seperti yang kita lihat pada Kitab Pustaka Raja Purwa, karya R, Ng. Ronggowarsito.
Disamping itu perlu pula diketahui bahwa Mahabharata adalah hasil sastra India yang berpusatkan kepada Dewa Siwa dan Kitab.
silsilah-mahabarata-india
Silsilah Bharata.
Meneliti silsilah wayang dalam cerita Mahabharata tersebut, kita akan mendapat kesulitan kiranya, karena pada cerita itu terdapat dua jalur silsilah yang dihasilkan oleh dua kepercayaan, yaitu silsilah Mahabharata gaya India dan silsilah Mahabharata versi Pustaka Raja Purwa.
Sebagaimana telah kita ketahui, cerita Mahabharata adalah hasil karya sastra India yang berpusatkan kepada Dewa Siwa, maka silsilahnyapun tentu silsilah yang berdasarkan cerita Hindu di India, dan bukan keturunan dari para Dewa, namun para Pandawa merupakan keturunan dari raja Nahusta, seorang raja di India.
Lain halnya dengan silsilah para Pandawa menurut gaya Indonesia, bahwa para Pandawa adalah keturunan dari para dewa. Dari dewa turun temurun sampai kepada raja-raja yang memerintah di tanah Jawa.
Cerita Mahabharata versi Indonesia tersebut telah disesuaikan dengan tradisi bangsa Indonesia, di mana yang menjadi pusat perhatian dan pusat perkembangan silsilah yaitu Batara Guru, maksudnya agar masyarakat pada waktu itu percaya bahwa para raja Jawa adalah keturunan para dewa.
Menurut Mahabharat versi India, susunan silsilah itu disusun sebagai berikut, raja pertama yang memerintah India ialah Prabu Nahusta sebagai pendiri negara Hastina yang menurunkan raja-raja yaitu Prabu Nahusta, Prabu Yayati, Prabu Kuru, Prabu Dusanta, Prabu Barata, Prabu Hasti, Prabu Puru, Prabu Pratipa, Prabu Santanu hingga sampai Pandawa dan Kurawa.
Prabu Yadawa menurunkan raja-raja yang memerintah Mathura, seperti: Basudewa, Baladewa, Kresna dan lain-lainya. Prabu Puru yang menurunkan raja-raja yang memerintah negara Hastina, seperti Sentanu, Abiyasa, Pandu, Duryudana, Parikesit.
Prabu Kuru berputra Prabu Dusanta yang menikah dengan Dewi Sakuntala dan berputra Prabu Barata yang namanya dipakai gelar/julukan para Pandawa, sedangkan nama Prabu Kuru dipakai gelar para Kurawa.
Prabu Barata dikaruniai seorang putra yang bernama Prabu Hesti yang namanya diabadikan menjadi nama negara Hastina. Hesti artinya gajah, negara Hastina artinya negara gajah.
Pemakaian nama leluhurnya sebagai gelar suatu golongan keluarga, dimaksudkan untuk mengagungkan dan menyemarakan salah seorang leluhurnya, karena jasanya, dan karena amalnya terhedap negara.
Penggunaan gelar leluhurnya yang berlainan dengan keluarga dekatnya yang menggunakan nama leluhurnya dalam satu rumpun atau satu keluarga, menandakan bahwa leluhurnya itu, kesemuanya adalah seorang raja yang patut dibanggakan dan namanya diabadikan.
silsilah-mahabarata-jawa
Silsilah Bharata Versi Pustaka Raja Purwa
Dalam perkembangan dan penyebaran di Indonesia, kedua cerita epos mitos tersebut bercampur dengan legenda-legenda rakyat, dan disampingnya masuk pula pengaruh kebudayaan Jawa asli sebagai peninggalan zaman Pra Sejarah dimana masyarakatnya berkepercayaan Animisme-Dinamisme.
Tokoh-tokoh yang pernah dipuja pada zaman Pra Sejarah, seperti Hyang Tunggal, Hyang Wenang, dimasukkan ke dalam silsilah Mahabharata dan dijadikan leluhur para Pandawa yang menurunkan raja-raja Jawa, sehingga merupakan silsilah campuran antara kepercayaan Hindu dan kepercayaan zaman Pra Sejarah. Maksud uraian ini adalah untuk menyatakan kepada masyarakat, bahwa para Pandawa adalah keturunan para Sang Hyang, demikian pula para raja yang memerintah pulau Jawa adalah keturunan para Pandawa.
Silsilah Mahabharata versi Pustaka Raja Purwa ini, dimulai dari Batara Guru yang menikah dengan Dewi Uma, berputra empat orang di antaranya Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Batara Brahma menikah dengan Dewi Raraswati berputrakan sebelas orang, di antaranya Batara Brahmanaraja yang menikah dengan Dewi Widati dan berputra Batara Parikenan. Sedangkan Batara Wisnu berputrakan Prabu Basurata yang menikah dengan putri Batara Brahma bernama Dewi Brahmaniyuta, dan berputrakan Dewi Brahmaneki.
Begawan Parikenan kemudian menikah dengan Dewi Brahmaniyuta berputrakan Dewi Kaniraras, Raden Kano, Raden paridarma. Karena Dewi Kaniraras putri sulung, maka calon raja di Purwacarita adalah Begawan Manumayasa yang menikah dengan Dewi Kaniraras. Raden Kano dan Raden Paridarma menjadi raja di negara lain. Dewi Kaniraras menkah dengan Begawan Manumayasa berputra Begawan Sekutrem dan menikah dengan Dewi Nilawati, dari pernikahan itu berputra Begawan Sakri yang menikah dengan Dewi Sati dan berputra Parasara.
Diceritakan, bahwa Begawan Parasara hendak menyeberangi Bengawan Jamuna, ia diseberangkan oleh seorang wanita yang badanya bau amis dan anyir karena menderita penyakitat bau anyir, dia adalah Dewi Rara Amis (Durgandini) putra Prabu Basuketi raja negara Wiratha. Dewi Rara Amis diobati Raden Parasara yang kemudian diperistri dan berputra Abiyasa, mereka bersama-sama membangun negara Gajahoya.
Perbedaan yang jelas dari kedua silsilah itu adalah silsilah Mahabharata versi India disebutkan leluhur Pandawa adalah Prabu Nahusta, leluhur Pandawa versi Pusta Raja Purwa adalah Sang Hyang.
Sumber : “Pedalangan untuk SMK oleh Supriyono dkk

Semar

Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.
Sejarah Semar
Semar Wayang JawaMenurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.
Asal-Usul dan Kelahiran
Semar Wayang GolekTerdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.
Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.
Silsilah dan Keluarga
Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
  • Batara Wungkuham
  • Batara Surya
  • Batara Candra
  • Batara Tamburu
  • Batara Siwah
  • Batara Kuwera
  • Batara Yamadipati
  • Batara Kamajaya
  • Batara Mahyanti
  • Batari Darmanastiti
Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.
Pasangan Panakawan
Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa.
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.
Bentuk Fisik
Kaligrafi Jawa: SemarSemar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.
Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
Keistimewaan Semar
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah – yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar – mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.

Minggu, 15 Juli 2012

Geguritan sing wiwit cures

Jaman tansaya maju
kabeh ngeblat marang budhaya manca
wiwit sandhangan
pocapan
lan polah

wong-wong jawa pindha manca
nora katon jawane
ilang kabudayane
tetembungan uga wus sumingkir
kabeh malik grembyang

senajan mengkono
wong manca malah tresna marang budaya jawa
ing jaman saiki
budaya jawa malah dadi duweke wong manca
wong jawa mung dadi 'penonton'

suwe-suwe
wong jawa mung mrayang
ora nduweni apa-apa
jinajah manca jiwa raga
wekasan kabur tanpa tilas

ayo kanca padha nguri-uri budhaya jawa !

Jumat, 13 Juli 2012

ing sawijining wengi

sumiyut sumiliring angin
nmbus selaning gegodhongan
tumlawung tumekaning bantala
gya sumusup sajeroning atiku

nanging,
wengi iki ora kaya padatan
wewayanging sliramu tansah gumlibed
tumrawang ing pandulu

ya iki sing tinengaran ing katresnan
tansah angreridu ati
amung kanthi pandonga lan iklas
tumuju marang sliramu

kanthi sumiliring angin
kekarepan lan panjurung
muga ndadekake tujuan kang utama
wekasan tansah rahayu lir ing sambikala